Sejak kecil orang tua
saya sudah berpisah. Kondisi keluarga yang terpecahlah membuat saya seringkali
membutuhkan perhatian. Dari kecil saya tidak pernah mendapatkan perhatian dari
orang-orang yang saya kasihi, termasuk orang tua saya. Sampai duduk di bangku
SMA, saya sering mencari perhatian terhadap teman-teman sekolah. Sampai pada
suatu hari, teman saya mengajak saya untuk ke tempat wanita malam. Ketika itu
saya mengiyakan tanpa berpikir dampak jangka panjang dalam hidup saya.
Sampai di tempat wanita
malam, saya merasakan ketakutan yang luar biasa, keringatan saya pun bercucuran
saat itu. Saya bingung apa yang harus saya lakukan. Sementara teman saya yang
sudah terbiasa dengan hal seperti itu, langsung meninggalkan saya dengan
seorang wanita. Ketika itulah pertama kalinya saya bercinta dengan wanita tanpa
hubungan pernikahan. Lama-kelamaan hal tersebut menjadi suatu kebiasaan.
Suatu hari saya berkelahi
dengan para preman, lalu ada wanita malam yang menolong saya. Saat itulah saya
merasakan bahwa sesungguhnya saya mencintai wanita itu. Ketika itu saya yang
sudah lulus sekolah, berniat ingin menikahinya. Namun, permintaan saya ditolak.
Menurutnya saya belum siap menafkahinya. Sampai suatu ketika, ada orang ketiga
yang masuk ke dalam hubungan kami. Pria tersebut adalah pria yang sudah mapan,
dan tidak heran pacar saya lebih memilih pria itu dibandingkan saya. Hubungan
kami pun putus ketika itu.
Kemudian saya
memutuskan untuk bekerja ke Malaysia. Ketika melakukan cek kesehatan, dokter
memvonis saya menderita HIV. Ketika mendengar vonis dokter, saya berkata kepada
Tuhan : “ mengapa harus saya Tuhan? Mengapa penyakit ini yang Tuhan berikan?
HIV adalah penyakit orang berdosa”. Saya sempat ingin bunuh diri. Namun, ada
seorang ibu yang berkata bahwa saya harus ikut Yesus. Namun, ketika itu saya
merasa belum sepenuhnya menyerahkan hidup saya kepada Tuhan. Karena saya merasa
bahwa hati saya belum dipulihkan. Lalu,
saya mencoba untuk hidup sehat. Berolahraga, tidak merokok, tidak minum
alkohol, minum susu, dll. Jelang empat tahun setelah dokter memvonis saya,
kondisi saya ketika itu semakin parah.
Tahun 2006, saya sering
masuk rumah sakit. Ketika itu saya sebenarnya sudah putus asa dengan penyakit
yang saya alami. Saya berpikir bagaimana kalau orang-orang tahu bahwa saya
meninggal karena HIV? Dan saya pikir
lebih baik mati. Ketika itu juga, ibu saya datang ke rumah sakit. Saat itulah
ibu saya merawat saya. Inilah pertama kalinya saya merasakan kasih Tuhan dari
seorang ibu.
Akhirnya saya
memutuskan untuk terbuka kepada Tuhan. Karena keterbukaan adalah awal dari
pemulihan. Saya menerima Yesus sebagai juru selamat saya. Tuhan mengirimkan
seorang wanita untuk menjadi pendamping hidup saya. Dan saya merasakan bahwa
Tuhan sudah memulihkan hidup saya.
Tuhan memberikan
perumpamaan dalam kitab Yohanes. Ketika Thomas tidak percaya akan kebangkitan
Yesus, namun Tuhan berkata : Berbahagialah
orang yang percaya namun tidak melihat. Kini Tuhan benar-benar hadir dalam
hidup saya. Saya menyerahkan hidup saya kepada Tuhan. Saya melayani orang-orang
yang mengalami HIV, memberikan semangat kepada mereka. Dengan memberikan
semangat kepada mereka, saya juga akan bersemangat. Karena hati yang gembira
adalah obat yang manjur.
Untuk melihat kisahnya lebih lanjut silahkan klik disini.